Kemarin nyetir sendiri ke Denpasar, ku lihat mobil ber plat merah itu. Ada feeling yang muncul "rasanya aku tak asing dengan mobil ini" lalu mobilku ku dekatkan dengan mobil itu. Tanpak seorang bapak-bapak yang duduk di kursi belakang melihatku. Aku tau, mereka rombongan PNS yang perjalanannya searah denganku.
Saat aku salip mobil plat merah itu, aku lirik spionnya dah aku melihat sopirnya. Benar feelingku, itu mantan sopir pribadi ayahku. Dengan mobil yang sama, dengan wajah yang sama. Semangat, ceria dan lugu. Namanya Pak Putu.
Dulunya pak putu adalah sopir pribadi ayahku, yang setiap hari datang pagi-pagi buta untuk mencuci dan mengelap bersih mobilku. jam 6 dia berangkat dari Desa Pergung ke Desa Baluk (rumahku) dengan motor buntutnya yang tangkinya didepan. Aku masih sangat mengingatnya, yang bekerja dari pagi sampai sore, mengantar ayahku tanpa lelah, dan mengantarku kemanapun aku mau.
Aku seperti merasakan bahagianya saat itu, mungkin waktu itu aku masih SD atau SMP, sudah lama sekali.
Pak putu orang yang ramah, dengan kumisnya yang tebal selalu melekuk tiap dia tersenyum. Dia selalu menghormatiku layaknya dia hormat pada ayahku, itu yang aku suka. Dia yang menemani kesuksesan ayahku pada masa itu, tanpa keluh kesah dan ketulusannya yang tak bisa dibandingkan.
Begitu banyak mantan sopir pribadi ayahku, namun dialah yang terbaik di mataku. namun selain dia, aja juga seseorang yang berkesan walau tak sebaik pak putu.
Namanya Pak Wayan, dia adalah sopir pribadi ayahku saat ayahku sedang dipuncak kejayaan. Saat itu ayahku memiliki 2 jabatan sekaligus, jabatan yangdiperoleh dengan SK bupati, dan jabatan yang diperoleh berdasarkan keputusan Menteri.
Karena itu pakaian ayahku penuh dengan balok balok dan pin lainnya yang mencerminkan tingkatan dan jabatan yang gaji rata-ratanya sangat tinggi. Karena itu sopir ayahku pun memakai pakaian yang berbeda dari sopir lainnya, karena saking kerennya pakaian sopirku. Mobil dinas saat itu juga mirip seperti mobil patroli polisi, hanya beda warna dan tulisannya bukan POLISI tak DISHUB. Kadang saat dia menjemputku di Sekolah, dia di kira ayahku oleh teman-temanku. Hahaha, lucu memang. Dan aku baru tau mereka mengira sopirku itu ayahku saat kelas 3 SMP. Berarti selama ini mereka sudah salah, yah lanjut lagi ke Pak Wayan. Dia memang baik, tapi tidak seperti pak putu yang penuh semangat dan senyuman. Pak Wayan itu agak lucu, bukan karena dia bisa ngelawak tapi memang tingkah lakunya dan sikapnya yg biasanya gak nyambung atau aneh. itu yang bikin lucu.
Aku senyum senyum sendiri di mobil, dan bersyukur pernah mengenal mereka. Sopir pribadi ayahku, yang melayani apa mauku.
Belum tentu besok aku bisa memiliki sopir pribadi seperti ayahku, bersyukur pada Tuhan karena pernah diberikan kehidupan yang sangat mewah, dan penghormatan yang luar biasa. Saat berjalan bersama ayahku, semua memberi hormat, salam atau menundukan kepala padanya. Aku ingin seperti itu suatu saat, hmm..
Kenangan yang indah, tapi aku tetap bersyukur dengan hidupku sekarang.
Sudah bertahun tahun berlalu, Pak Putu masih tetap seperti itu. Dengan mobil yang sama dan tetap menjadi sopir di Pemkab. dan Pak Wayan, sering aku lihat di jalan mengatur lalu lintas bersama rekan-rekan LLAJ , nampaknya dia sudah tak menjadi sopir lagi setelah ayahku meninggalkan tempat itu.
Oke sampailah aku di denpasar, flashback pun usai karena aku harus ke kampus untuk minta tanda tangan Dosen Pembimbing Akademik, see you..